Macam-macam Perjanjian

Perjanjian merupakan suatu kesepakatan yang dilakukan oleh suatu pihak dengan pihak lain, yaitu dengan cara berjanji untuk melakukan suatu hal. Oleh karena itulah perjanjian menjadi alat yang mengikat pihak-pihak yang terlibat, layaknya undang-undang.

Akibatnya, terbentuklah suatu hubungan di antara dua atau lebih pihak yang melakukan perjanjian. Oleh karena itulah perjanjian membuat suatu pihak memiliki hak dan kewajiban. Misalnya jika suatu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu, maka pihak yang bersangkutan wajib melakukan apa yang sudah dijanjikan.

Syarat Sah Perjanjian

Menurut Pasal 1338 KUH Perdata, semua pihak bebas untuk membuat perjanjian bagaimana pun bentuk perjanjiannya dan apa pun isinya. Dengan kata lain, perjanjian apa pun yang dibuat berlaku terhadap pihak-pihak yang membuatnya. Meski begitu, bukan berarti tidak ada hal yang membatasi seseorang dalam membuat perjanjian.

Agar perjanjian menjadi sah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Oleh karena itulah sebelum melanjutkan ke macam-macam perjanjian, Anda harus tahu tentang syarat sah perjanjian terlebih dahulu. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

  1. Kesepakatan pihak yang terlibat

Perjanjian hanya akan dianggap sah apabila pihak-pihak yang melakukan kesepakatan atau perjanjian memiliki kemauan yang bebas untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain, setiap pihak yang terlibat melakukan perjanjian dengan sukarela tanpa ada unsur penipuan, paksaan, atau kekhilafan.

Oleh karena itulah apabila suatu kesepakatan atau perjanjian terjadi karena adanya unsur penipuan, paksaan, atau kekhilafan, maka menurut Pasal 1321 KUHP Perdata, perjanjian menjadi tidak sah.

  1. Kecakapan pihak yang terlibat

Perjanjian akan dinyatakan sah apabila dibuat dan dilakukan oleh orang-orang yang dianggap cakap menurut undang-undang. Dengan kata lain, perjanjian akan menjadi tidak sah apabila dibuat oleh orang yang tidak cakap menurut undang-undang.

  1. Sebab yang halal

Maksud dari sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian yang dibuat. Artinya, perjanjian hanya sah apabila isi perjanjian adalah hal-hal yang boleh dilakukan dalam undang-undang. Apabila terdapat hal-hal yang tidak diperbolehkan di dalam isi perjanjian, maka perjanjian atau kesepakatan pun akan menjadi tidak sah.

Hal-hal yang tidak diperbolehkan antara lain hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, maupun kesusilaan.

  1. Mengenai suatu hal tertentu

Perjanjian akan sah jika mengenai suatu hal tertentu yang telah ditentukan jenisnya. Dengan kata lain, isi perjanjian harus jelas sehingga hak dan kewajiban pihak-pihak yang membuat perjanjian menjadi jelas.

Bahasa dalam Perjanjian

Dalam membuat suatu kesepakatan atau perjanjian, bahasa menjadi suatu hal yang sangat penting. Oleh karena itulah bahasa yang digunakan harus dapat dipahami oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian. Menurut Pasal 31 UU 24/2009, bahasa yang digunakan dalam perjanjian wajib menggunakan Bahasa Indonesia.

Hal ini berlaku jika pihak-pihak yang membuat perjanjian adalah warga negara Indonesia. Bahasa Indonesia diwajibkan untuk digunakan agar dapat meminimalkan perbedaaan dalam penafsiran isi maupun istilah-istilah yang ada di dalam perjanjian.

Apabila perjanjian yang dibuat oleh warga negara Indonesia tidak menggunakan Bahasa Indonesia, maka salah satu pihak dapat menjadikannya sebagai alasan untuk menuntut batal demi hukum perjanjian yang dibuat. Pasalnya, kontrak atau perjanjian tersebut tidak memenuhi sebab yang halal.

Perjanjian Obligatoir dan Non Obligatoir

Secara umum, perjanjian dikelompokkan menjadi obligatoir dan non obligatoir. Pengelompokkan keduanya didasarkan pada kewajiban seseorang untuk membayar atau menyerahkan sesuatu. Jika pada perjanjian obligatoir suatu pihak atau seseorang diwajibkan untuk membayar sesuatu, maka perjanjian non obligatoir adalah sebaliknya.

Macam perjanjian obligatoir adalah sebagai berikut:

  1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Sesuai namanya, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang isinya adalah tentang memberikan kewajiban kepada salah satu pihak saja, sementara  pihak lainnya akan mendapatkan hak. Contohnya adalah perjanjian hibah, perjanjian pemberian kuasa tanpa upah, dan perjanjian penanggungan (borgtocht).

Sebaliknya, perjanjian timbal balik merupakan suatu perjanjian yang membuat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya terikat kewajiban dan hak. Dengan kata lain, setiap pihak yang membuat atau melakukan perjanjian timbal baik akan dapat memiliki hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi oleh kedua pihak.

Contoh perjanjian timbal baik antara lain pemborongan, sewa-menyewa, jual beli.

  1. Perjanjian konsensuil, perjanjian riil, dan perjanjian formil

Perjanjian konsensuil merupakan suatu perjanjian yang cenderung sederhana karena langsung bersifat mengikat ketika pihak yang membuat perjanjian sudah mencapai suatu kesepakatan. Dengan kata lain, perjanjian konsensuil hanya membutuhkan consensus atau persetujuan dari pihak yang terlibat, tanpa memerlukan syarat atau hal lainnya.

Contoh perjanjian konsensuil adalah perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli.

Sebaliknya, perjanjian riil tidak hanya membutuhkan persetujuan dari pihak-pihak yang membuat serta terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mensyaratkan hal lain, yaitu penyerahan suatu benda atau objek perjanjian. Misalnya seperti pada perjanjian pinjam pakai atau perjanjian penitipan barang.

Berbeda lagi dengan perjanjian formil yang akan bersifat mengikat apabila telah memenuhi syarat formalitas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya harus dibuat secara tertulis. Apabila tidak ditulis, maka perjanjian tersebut menjadi batal atau tidak berlaku.

Contoh perjanjian formil salah satunya adalah perjanjian perdamaian di antara negara yang saling berselisih.

  1. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian cuma-cuma atau tanpa pamrih merupakan perjanjian di mana suatu pihak memberikan keuntungan kepada pihak lain tanpa mendapatkan imbalan maupun manfaat. Contoh perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang tanpa biaya, dan perjanjian pinjam pakai.

Sebaliknya, perjanjian atas beban merupakan perjanjian di mana ketika salah satu pihak mendapatkan prestasi, pihak lainnya mendapat kontra prestasi dari pihak lainnya. Menurut hukum, sifat prestasi di perjanjian ini saling berhubungan.

Dengan kata lain, perjanjian tersebut mewajibkan setiap pihak yang membuat atau terlibat perjanjian untuk saling memberikan prestasi. Contohnya seperti pada perjanjian pinjam meminjam dengan bunga, perjanjian jual beli, dan perjanjian sewa-menyewa.

  1. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama, dan perjanjian campuran

Suatu perjanjian akan disebut sebagai perjanjian yang bernama apabila di dalam undang-undang telah diatur secara khusus mengenai perjanjian tersebut.

Sebaliknya, suatu perjanjian akan disebut sebagai perjanjian yang tak bernama apabila tidak diatur secara khusus di dalam undang-undang yang berlaku, tetapi ada di dalam masyarakat.

Dengan kata lain, perjanjian tak bernama merupakan perjanjian yang lahir karena adanya asas kebebasan berkontrak yang memungkinkan seseorang atau suatu pihak untuk mengadakan perjanjian.

Contoh perjanjian tak bernama yang tidak diatur dalam undang-undang adalah perjanjian factoring, leasing, franchising, perjanjian kerja sama, dan perjanjian pemasaran.

Sementara itu, perjanjian campuran adalah perjanjian kombinasi dari perjanjian bernama, baik dua perjanjian maupun lebih.

Contoh perjanjian campuran adalah perjanjian pemondokan atau kost yang terdiri dari perjanjian sewa menyewa yang telah diatur di dalam undang-undang dengan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (membersihkan kamar, mencuci baju, dan menyetrika baju.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perjanjian non obligatoir adalah suatu perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang atau pihak yang terlibat dalam perjanjian untuk membayar atau menyerahkan sesuatu. Perjanjian non obligatoir terdiri dari:

  1. Zakelijk overeenkomst, yaitu suatu perjanjian yang menetapkan pemindahan suatu hak dari seseorang ke orang lain. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian balik nama atas hak tanah.
  2. Liberatoir overeenkomst, yaitu suatu perjanjian ketika seseorang atau suatu pihak membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
  3. Befivs overeenkomst, yaitu suatu perjanjian yang disepakati untuk membuktikan sesuatu.
  4. Vaststelling overeenkomst, yaitu suatu perjanjian yang disepakati untuk mengakhiri perselisihan yang terjadi di muka pengadilan. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri keraguan tentang isi serta luas perhubungan hukum yang ada di antara para pihak yang terlibat.

Di samping macam-macam perjanjian yang telah disebutkan, ada juga perjanjian lain, yaitu sebagai berikut:

  1. Perjanjian untung-untungan

Seperti namanya, perjanjian untung-untungan adalah perjanjian yang untung dan ruginya belum tentu karena didasarkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi. Hal ini berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian untung-untungan.

Contoh perjanjian yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan adalah perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi, suatu pihak yang memiliki polis asuransi diwajibkan untuk membayar premi setiap bulan.

Sebagai gantinya, perusahaan asuransi akan memberikan perlindungan atau kompensasi ketika terjadi sesuatu kepada pemilik polis asuransi. Misalnya apabila yang diasuransikan adalah kesehatan, maka perusahaan asuransi akan memberikan kompensasi ketika pemilik polis asuransi jatuh sakit atau mengalami kecelakaan di kemudian hari.

Walau didasarkan pada suatu kejadian yang belum terjadi, dalam kasus di atas adalah pemilik asuransi jatuh sakit atau mengalami kecelakaan, perjanjian ini tetap sah dan berlaku.

  1. Perjanjian publik

Perjanjian publik merupakan perjanjian yang sifatnya dikuasai publik baik sebagian maupun seluruhnya karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintahan). Contoh perjanjian yang termasuk dalam perjanjian publik adalah perjanjian ikatan dinas.

Pada perjanjian ikatan dinas, penguasa atau pemerintah memiliki kekuasaan untuk menentukan durasi ikatan dinas dan aturan lain yang mengikat. Dengan kata lain, setiap orang yang ingin menjadi pegawai pemerintahan atau PNS harus setuju dengan perjanjian tersebut dan mematuhinya.

Apabila hal ini tidak dilakukan, maka akan ada konsekuensi yang harus diterima. Selain perjanjian ikatan dinas, perjanjian pengadaan barang pemerintah juga termasuk dalam perjanjian publik di mana pemerintah menjadi pihak yang lebih superior atau kedudukannya lebih tinggi.

  1. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaaan merupakan perjanjian yang disepakati untuk mengadakan, mengubah, maupun menghapus hak-hak kebendaan. Contoh perjanjian kebendaaan adalah perjanjian levering atau penyerahan hak milik.

Pada perjanjian tersebut, pihak yang menyerahkan hak milik kepada pihak lain menjadi tidak lagi memiliki hak milik atas suatu benda yang diserahkan hak miliknya. Sementara itu, pihak yang menerima hak milik menjadi memiliki hak atas benda tersebut.

Artinya, hak milik yang semula ada pada pihak lain menjadi dihapuskan dengan perjanjian ini. Kemudian dalam waktu bersamaan, hak milik yang semula tidak ada pada pihak lain menjadi ada dengan berlakunya perjanjian ini.

Apabila Anda mengalami masalah dengan suatu perjanjian, sangat direkomendasikan untuk meminta bantuan lawfirm. Pasalnya, lawfirm sudah berpengalaman dengan berbagai hal yang menyangkut hukum.